PEKANBARU (Bidikonline.com) - Adanya rencana penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P17/2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P12/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) bisa memberikan dampak bertambahnya pengangguran. Jumlah pengangguran tersebut diperkirakan mencapai 20.190 orang.
Pasalnya, dalam Permen LHK No P17/2017 Pasal 8e menyebutkan, perubahan areal tanaman pokok menjadi fungsi lindung, yang telah terdapat tanaman pokok pada lahan yang memiliki izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HTI). Tanaman yang sudah ada, dapat dipanen namun tidak dapat ditanami kembali.
Pasal tersebut membuat banyak pemegang IUPHHK-HTI yang sebelumnya mendapat izin pada area gambut yang boleh berproduksi kini berpotensi kehilangan sebagian area garapan.
Hal ini terungkap dalam pertemuan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia, Hamdani bersama Ketua DPRD Riau, Septina Primawati bersama anggota Komisi V, Husni Thamrin, di ruangan pertemuan DPRD Riau, Kamis (3/8).
Menurut Presiden Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia, Hamdani, pemerintah seharusnya bisa memberikan perlindungan kepada pekerja bila ingin membuat sebuah kebijakan. Termasuk perusahaan yang sudah memiliki IUPHHK-HTI.
Bila perusahaan itu memiliki izin dan mematuhi UU yang berlaku, kata Hamdani, harus diberi perlindungan. Minimal jalan keluar agar kepastian hukum di Indonesia terjamin.
‘’Kalau peraturan itu merugikan para pekerja yang terkena imbasnya, harusnya bisa dikaji ulang. Kami minta dan berharap DPRD Riau bisa bersama melakukan pembicaraan dengan pemerintah pusat, untuk bisa dikaji ulang,’’ungkap Hamdani kepada Wartawan, usai pertemuan.
Dia menjelaskan, tenaga kerja Provinsi Riau yang selama ini berkecimpung di sektor hutan tanaman industri (HTI) terancam akan dirumahkan. Ini menyusul keluarnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No17/2017.
Yang mana dalam Permen sebagai turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Dipaparkan Hamdani, berdasarkan data Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia sekitar 76 persen konsesi HTI, atau 380.000 hektare dari total realisasi tanaman pokok seluas 449.980 hektare telah masuk dalam peta fungsi ekosistem gambut. Dengan begitu, luas HTI yang tersisa hanya 24 persen, atau seluas 120.829 hektare.
Selanjutnya areal untuk tanaman kehidupan yang masuk ke dalam fungsi ekosistem gambut mencapai 73 persen, atau sekitar 16.000 hektare, sehingga hanya 7.000 hektar yang tersisa. Total areal tanaman pokok HTI dan tanaman budidaya di Riau mencapai 398.000 hektare, dan lahan gambut harus direstorasi dengan biaya ditanggung oleh pengusaha. ‘’Untuk itu harapan kami bisa segera dilakukan revisi. Jumlah pengangguran bisa bertambah,’’ ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Riau, Septina Primawati mengatakan, permasalahan ini akan dibicarakan nanti ditingkat DPRD Riau. Untuk mencari solusi. Kemudian membawa pemerintah bisa bersama mencari solusi mengenai masalah yang akan ditimbulkan akibat dari sebuah peraturan. ‘’Komisi I, II, dan V nanti akan membahas kondisi tersebut. Untuk mencari solusinya,’’ jelasnya.
Sementara itu, anggota Komisi V, Husni Thamrin menyebutkan, solusi harus dicari untuk permasalahan tenaga kerja ini. Jangan sampai nanti pengangguran bisa bertambah akibat peraturan itu.(rpc/boc)