BERAU (BIDIKONLINE.COM) - Habitat buaya di sungai yang ada di Kecamatan Sebuku mulai terganggu karena makin padatnya aktvitas masyarakat ...[read more] "> BERAU (BIDIKONLINE.COM) - Habitat buaya di sungai yang ada di Kecamatan Sebuku mulai terganggu karena makin padatnya aktvitas masyarakat " />
Jum'at, 29 Maret 2024
Follow Us:
11:01 WIB - Pj Gubri Intruksikan Tambal Semua Lubang Jalan Sebelum Puncak Arus Mudik Lebaran | 11:01 WIB - Bupati Rezita Safari Ramadan di Desa Pasir Ringgit | 11:01 WIB - Pj Gubernur Riau Resmikan Masjid At-Taqwa Muhammadiyah Tuah Madani | 11:01 WIB - Hari Terakhir, Ini Jadwal dan Cara Penukaran Uang Baru di BI Riau | 11:01 WIB - Murah Meriah, Harga Cabai Merah di Pasar Kodim Pekanbaru Cuma Rp35 Ribu/Kg | 11:01 WIB - Agung Nugroho Anggarkan Rp 1,5 Miliar Untuk Sirkuit Balap di Pekanbaru
/ Nasional / 14 Orang Sudah Jadi Mangsanya,Warga Tangkap Buaya Besar /
14 Orang Sudah Jadi Mangsanya,Warga Tangkap Buaya Besar
Kamis, 20 Juli 2017 - 11:31:28 WIB

TERKAIT:
   
 
BERAU (BIDIKONLINE.COM) - Habitat buaya di sungai yang ada di Kecamatan Sebuku mulai terganggu karena makin padatnya aktvitas masyarakat di sekitar sungai. Akibatnya konflik antara hewan bergigi tajam dengan manusia itu makin runyam.
 
Buaya-buaya berukuran besar itu pun kerap memangsa manusia dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya, kumpulan aligator itu pun diburu warga. Karena dianggap mengancam.
 
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim) pun menilai peristiwa buaya memangsa manusia ada beberapa penyebab.
 
Pertama, habitatnya yang mulai terganggu. Kedua pada saat kejadian korban ada di sekitar habitat buaya, serta sumber makanannya yang menipis.
 
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Berau, BKSDA Kaltim Aganto Seno menjelaskan, sekilas apa yang terjadi saat ini, diduga kuat lantaran habitat pemangsa daging ini sudah terancam.
 
“Jika fenomena yang terjadi di Sebuku, diduga kuat lantaran sejumlah habitat asli para kawanan buaya tersebut telah terganggu,” ujarnya kepada Radar Nunukan.
 
Dilanjutkan Aganto, penyebab lainnya yang kerap menjadi alasan adalah menipisnya sumber makanan hewan pemakan daging itu.
 
Jika hal itu terjadi, dapat menjadi ancaman serius bagi masyarakat yang beraktivitas di sungai yang kapan saja dapat menjadi santapan hewan purba ini.
 
“Karena, dalam kondisi lapar, para predator ini bisa saja memasuki kawasan permukiman warga. Bila tidak segera diantisipasi, kemungkinan besar jatuhnya korban akan terus bertambah,” ungkapnya.
 
Diketahui, populasi buaya di sepanjang Sungai Tenggaruk dan Sungai Salongan di Kecamatan Sebuku diperkirakan sudah mencapai ratusan ekor.
 
Akibatnya, menjadi ancaman keselamatan bagi warga Sebuku yang bekerja sebagai nelayan, serta bagi warga yang bermukim di bantaran sungai.
 
Untuk itu, tindakan tegas dapat dilakukan warga terhadap buaya ketika buaya mengancam nyawa manusia. Dikarenakan, buaya merupakan hewan yang dilindungi.
 
Saat sungai sedang surut, tidak jarang buaya berjemur di pinggiran sungai. Hal itu membaut warga tidak berani mendekati sungai tersebut.
 
“Semua buaya dilindungi. Namun, jika keberadaannya mengancam nyawa manusia dapat dibunuh,” tambahnya.
 
Terbukti, peristiwa warga yang menjadi korban keganasan buaya muara Sebuku pada Minggu (18/6) lalu adalah Tahir (38) yang harus kehilangan tangan kirinya.
 
Sebelumnya, sudah banyak warga yang menjadi korban hingga meninggal dunia, bahkan ada juga warga yang belum ditemukan jasadnya hingga saat ini.
 
Mantan Camat Sebuku, H. Amin kepada pewarta harian ini menceritakan, sejak dipercayakan menjadi camat, setidaknya 14 orang telah menjadi korban keganasan buaya Sebuku. Di mana, sebanyak enam orang dinyatakan meninggal dunia. Sedangkan, korban yang selamat sebanyak delapan orang.
 
“Sejak 2012 lalu, hingga 2016 warga menjadi korban sudah banyak. Kira-kira ada 14 orang, ada yang meninggal ada yang selamat. Namun, kondisi tubuhnya cacat dan ada juga yang belum ditemukan jasad hingga saat ini,” ujarnya.
 
Menurutnya, puncak keganasan buaya ini terjadi 2015 lalu. Sebab, sebelumnya, korban hanya luka-luka. Di tahun itu ada jasad korban yang belum ditemukan. Sehingga, warga menutuskan untuk menangkap buaya tersebut.
 
Diketahui, jumlah buaya yang telah ditangkap tidak jauh berbeda dengan jumlah korban. Ukurannya bervariatif, buaya yang ditangkap warga memiliki panjang mulai lima hingga delapan meter yang diperkirakan berusia hingga 40 tahun.
 
Dijelaskan, untuk menangkap buaya tidak mudah. Sebab, membutuhkan tenaga ahli seperti pawang hingga dua orang. Namun, 2016 lalu warga melakukan sendiri dengan cara memancing buaya dengan binatang.
 
“Namun anehnya rata-rata yang menjadi korban hingga meninggal dunia, hingga hilang bukan asli warga Sebuku,” katanya. ***



Berita Lainnya :
  • Pj Gubri Intruksikan Tambal Semua Lubang Jalan Sebelum Puncak Arus Mudik Lebaran
  • Bupati Rezita Safari Ramadan di Desa Pasir Ringgit
  • Pj Gubernur Riau Resmikan Masjid At-Taqwa Muhammadiyah Tuah Madani
  • Hari Terakhir, Ini Jadwal dan Cara Penukaran Uang Baru di BI Riau
  • Murah Meriah, Harga Cabai Merah di Pasar Kodim Pekanbaru Cuma Rp35 Ribu/Kg
  • Agung Nugroho Anggarkan Rp 1,5 Miliar Untuk Sirkuit Balap di Pekanbaru
  • DPRD Rohul Gelar Paripurna Penyampaian LKPJ Bupati Rohul Tahun 2023
  • Bupati Bengkalis Resmikan Kelas Jauh SMPN 7 dan SDN 20 Talang Muandau
  • Bupati Rohil Serahkan Bantuan Operasional untuk 5 Masjid
  •  
    Komentar Anda :
       


    Galeri   + Index Galeri
    Memperingati Hari Jadi Rohul ke - 18, DPRD Gelar Rapat Paripurna Istimewa

    Home | Daerah | Nasional | Hukum | Politik | Olahraga | Entertainment | Foto | Galeri | Advertorial | Lintas Nusantara | Kepulauan Nias
    Pekanbaru | Siak | Pelalawan | Inhu | Bengkalis | Inhil | Kuansing | Rohil | Rohul | Meranti | Dumai | Kampar
    Profil | Redaksi | Index
    Pedoman Berita Siber

    Copyright © 2009-2016 bidikonline.com
    Membela Kepentingan Rakyat Demi Keadilan